Home Religi

Fahd A Rafiq: Prabowo Subianto dan Nur Kenabian, Mengembalikan Amanah di Tengah Badai Machiavelli

Bagikan:

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Share on telegram

Jakarta – Dalam sejarah peradaban, dua sosok menorehkan jejak tentang seni memimpin  Nabi Muhammad SAW dan Niccolò Machiavelli. Yang satu menebar kasih, kejujuran, dan keteladanan spiritual. Yang lain, mengajarkan taktik, manipulasi, dan kemenangan tanpa kompromi moral. Dua wajah ini, kini, menyiratkan tarik-menarik ruh kepemimpinan di tanah air, ungkap Fahd A Rafiq di Jakarta pada Sabtu, (14/6/2025).

Ketua Umum DPP BAPERA ini mengatakan, “Nabi Muhammad memimpin dengan hati. Ia tidak hanya menaklukkan jazirah Arab, tapi juga menggugah nurani umat manusia. Keteladanan adalah senjatanya akhlak menjadi pedangnya. Dalam kepemimpinannya, musuh pun bersaksi akan keadilannya. Kekuasaan bukan tujuan, melainkan amanah yang dipertanggung jawabkan kepada Tuhan dan umat, terang Fahd.

Lebih jauh Mantan Ketum DPP KNPI ini melanjutkan, Di sisi lain Machiavelli memandang kekuasaan sebagai panglima tertinggi. Dalam Buku The Prince, ia menulis bahwa lebih baik seorang pemimpin ditakuti ketimbang dicintai. Kebohongan, jika perlu adalah alat. Moralitas tunduk pada politik. Yang penting kekuasaan langgeng, apapun caranya, inilah realita hari ini yang terjadi di panggung Politik Nasional dan Global, ungkapnya.

Mantan Ketum PP – AMPG ini melihat Indonesia, negeri yang penuh semangat gotong royong dibangun atas cita luhur para pendiri bangsa. Namun dalam kenyataannya jalan menuju kepemimpinan kerap disesaki taktik Machiavellian. Janji politik ditebar bak bunga musim semi, hanya untuk gugur sebelum panen.Di balik senyum kampanye dan jargon kerakyatan, terselip strategi ala Machiavelli. Rekayasa opini, bahkan manipulasi hukum menjadi alat legitimasi. Rakyat diposisikan sebagai pion, bukan pemilik kedaulatan. Cinta rakyat dipakai sebagai topeng ketakutan dan kebingungan menjadi kontrol yang tersembunyi, ini Realita yang hampir terjadi disemua negara bukan hanya Indonesia, ungkapnya.

Lebih lanjut suami dari Ranny (Anggota DPR RI Fraksi Partai Golkar) melihat lebih dalam cahaya kenabian yang membawa moralitas tak pernah padam. Di desa-desa terpencil di ruang-ruang komunitas, dan di nurani rakyat yang jujur, nilai-nilai Muhammad tetap hidup. Pemimpin yang datang dengan ketulusan, meski tanpa panggung megah, mampu menggugah dan membangun tanpa pamrih.

Kepemimpinan kenabian di Indonesia hari ini hadir dalam sosok-sosok kecil guru yang sabar, aktivis lingkungan yang gigih, pemuda yang membela kebenaran tanpa suara. Mereka yang tak punya strategi politik, tapi mereka memiliki ketulusan yang tak bisa dibeli, ujar Fahd.

Dunia modern, termasuk Indonesia, berada di persimpangan. Akankah kita terus dibuai oleh tipu daya Machiavellian yang menjanjikan hasil instan? Ataukah kita berani menempuh jalan panjang, sunyi, dan jujur ala Nabi Muhammad S.A.W yang membebaskan bukan hanya tubuh tapi juga jiwa?

Realitas menunjukkan, kepemimpinan Machiavelli cepat menanjak tapi juga cepat runtuh. Sementara warisan Nabi Muhammad membangun peradaban, bukan hanya kekuasaan. Maka, pertanyaannya kini bukan siapa yang berkuasa, tetapi bagaimana cara mereka berkuasa.

Indonesia tak kekurangan pemimpin. Yang kita butuhkan adalah nurani dalam kekuasaan. Sebab bangsa ini tidak dibangun oleh tipu daya, melainkan oleh keikhlasan orang-orang yang memilih untuk jujur, bahkan saat itu merugikan dirinya sendiri.

Kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto sangat vocal menyuarakan hal ini dengan narasi berbeda tapi tujuannya satu yakni Indonesia harus kembali ke cita cita luhur para Founding Fathers dan Mothers. Apa itu cita cita luhurnya?

Alinea Pertama: Menggambarkan semangat kemerdekaan sebagai hak segala bangsa, dan bahwa penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Ini menunjukkan cita-cita kemerdekaan, kedaulatan, dan penghapusan penindasan.

Alinea Kedua: Menunjukkan bahwa perjuangan kemerdekaan telah mencapai saat yang berbahagia dan Indonesia harus mengantarkan rakyatnya ke depan pintu gerbang kemerdekaan yang bersatu, berdaulat, adil, dan makmur. Ini mencerminkan cita-cita persatuan, kedaulatan, keadilan sosial, dan kemakmuran.

Alinea Ketiga: Menyatakan bahwa kemerdekaan Indonesia berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan didorong oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas. Ini menunjukkan dimensi religius dan spiritual dalam perjuangan kemerdekaan, serta cita-cita kebebasan berbangsa

Alinea Keempat: Ini adalah bagian terpenting yang merumuskan tujuan negara dan dasar negara.

– Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. (Cita-cita perlindungan dan keamanan). Bukan hanya cita cita tapi harus diwujudkan dengan tindakan dan kebijakanya yang nyata.

– Memajukan kesejahteraan umum. (Cita-cita kesejahteraan sosial dan ekonomi) hal ini masih menjadi fokus pemerintahan Prabowo Subianto.

– Mencerdaskan kehidupan bangsa. (Cita-cita pendidikan dan pengembangan sumber daya manusia)

Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. (Cita-cita partisipasi aktif dalam hubungan internasional untuk perdamaian dan keadilan global) pasca Reformasi peran politik luar negeri Indonesia khususnya perdamaian abadi dan keadilan sosial kurang mendapat porsi lebih. Maka dari itu era pemerintahan presiden Prabowo Subianto (Kabinet Merah Putih) soal Geopolitik menjadi salah satu konsentrasi di pemerintahannya agar semua pemangku jabatan publik tidak gagap akan dinamika Geopoltik Global. Karena perseteruan para pembuat kebijakan global cepat atau lambat akan berpengaruh ke kehidupan masyarakat Indonesia.

Dalam banyak pidatonya Presiden Ke 8 RI ini  mengatakan, “konsisten mengamalkan cita cita bangsa Indonesia yakni pembukaan UUD 1945 bukan hanya sekadar pendahuluan, tetapi merupakan jiwa dan landasan filosofis bagi seluruh peraturan perundang-undangan di Indonesia, yang memuat secara komprehensif cita-cita luhur para pendiri bangsa

Di persimpangan jalan sejarah, Indonesia dihadapkan pada pilihan fundamental mengikuti fajar nur kenabian yang mencerahkan setiap nurani dengan kejujuran dan amanah, atau tersesat dalam bayang Machiavelli yang menjebak dalam labirin kekuasaan yang dibangun di atas gurun kebohongan yang tak berujung. Ini bukan sekadar pertarungan ide, melainkan penentuan nasib kedaulatan rakyat. Akankah suara dan harapan mereka bersinar abadi, atau terkubur dalam tipu daya yang mengeringkan kepercayaan?

Presiden Prabowo Subianto, dalam narasi kepemimpinannya, secara konsisten menyuarakan dan berupaya mengembalikan arah bangsa pada cita-cita luhur para Founding Fathers dan Mothers yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945. Ini adalah manifestasi nyata dari upaya memupuk kembali nur kenabian dalam sendi-sendi pemerintahan. Visi untuk melindungi, menyejahterakan, mencerdaskan, dan aktif mewujudkan perdamaian dunia adalah antitesis dari pragmatisme Machiavellian.

Bagi Presiden Prabowo, kekuasaan adalah amanah untuk mengabdi pada bangsa dan negara, bukan alat untuk melanggengkan kepentingan pribadi atau golongan. Dengan demikian, kepemimpinannya adalah sebuah panggilan untuk memilih jalan kebenaran dan keikhlasan, demi memastikan kedaulatan rakyat tidak hanya menjadi retorika, tetapi fondasi abadi yang kokoh, jauh dari jebakan kebohongan politik, tutup dosen yang mengajar di negeri Jiran ini.

Penulis: A.S.W

Bagikan:

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Share on telegram

Advertorial

Berita Lainnya

Leave a Comment

Advertorial

Berita Terpopuler

Kategori Berita