Fahd A Rafiq : Indonesia di Tengah Nyala Api Timur Tengah, Suara Damai dari Negeri Pancasila

Bagikan:

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Share on telegram

 

Jakarta – Di tengah dentuman bom dan runtuhnya laboratorium nuklir di padang Iran, di saat jet-jet tempur Israel menembus langit peradaban kuno Persia, dunia menyaksikan bagaimana satu demi satu negara memiliki sikap 3 sikap yaitu membela terang-terangan, diam dengan penuh kalkulasi, dan bermain dua sisi, Ucap Fahd A Rafiq di Jakarta pada Rabu, (18/6/2025).

 

 

Ketum DPP BAPERA mengatakan,  “bagaimana dengan Indonesia sebuah negara yang lahir dari luka kolonialisme, tumbuh dalam peluh perjuangan, dan dibesarkan oleh nilai-nilai perdamaian dan keadilan? Jawabannya Indonesia berdiri di tengah bukan netral dalam ketakutan, tapi objektif dalam keberanian, terangnya.

 

Indonesia bukan negara oportunis yang bersikap berdasarkan arah angin politik global. Sejak konstitusinya disusun, bangsa ini telah menegaskan sikap luar negeri yang “bebas aktif”. Bebas dari blok kekuatan mana pun, tetapi aktif menyuarakan perdamaian dan keadilan global, seru Fahd.

 

 

Mantan Ketum PP – AMPG melanjutkan, “lebih dari itu, konstitusi UUD 1945 menyatakan bahwa “penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.” Di sinilah Indonesia selalu berada mendukung perjuangan rakyat Palestina. Indonesia mendukung solusi dua negara di Palestina dan menolak agresi Israel. Tapi pada saat yang sama, Indonesia tidak serta-merta mendukung Iran secara buta. Sebagai negara demokrasi dengan visi kosmopolitik, Indonesia menilai bahwa pembangunan senjata nuklir, bahkan dalam klaim pertahanan diri, tetap membawa risiko kehancuran besar, cetus suami dari anggota DPR RI ini.

 

 

Karena itu Fahd meminta Indonesia mendorong semua pihak khususnya Israel, Iran, dan proksi-proksi lainnya untuk kembali ke meja diplomasi. Indonesia mendesak PBB, OKI, dan negara-negara Non-Blok untuk tidak diam dan mendorong jalur damai tanpa kepentingan tersembunyi, perang itu yang pasti rakyat sipil selalu jadi korban, ujarnya.

 

 

Selanjutnya Fahd menyampaikan kembali, di saat negara-negara besar berlomba mempersenjatai sekutunya, Indonesia justru mengambil posisi sebagai “penjaga nurani global.” Ini bukan posisi yang lemah, tapi justru sangat kuat, mengapa kuat? karena Indonesia punya kredibilitas moral untuk bicara. Negeri ini bukan penjajah, bukan penjilat, bukan pula pemicu perang, tegasnya.

 

 

Lebih dalam fahd menyampaikan kembali, di forum internasional, Indonesia sering menjadi juru damai. Dari peran aktif di ASEAN, gerakan Non-Blok, hingga keterlibatan dalam misi perdamaian PBB. Maka dalam konteks Iran-Israel, Indonesia bisa menjadi jembatan diplomasi di tengah tembok kebencian. Saat suara-suara kekerasan mendominasi ruang global, dunia memerlukan suara ketiga. Dan suara itu bisa datang dari Asia Tenggara yakni Indonesia yang membawa narasi damai, adil, dan berdaulat.

 

 

 

 

Fahd mengusulkan kepada pemerintah dalam dunia yang nyaris terpolarisasi, Indonesia tak perlu memilih menjadi pro-Israel atau pro-Iran, yang harus dipilih adalah keberpihakan pada rakyat sipil, hak hidup,dan kemanusiaan, tandasnya.

 

 

Indonesia bukan negeri pengecut yang diam melihat penindasan. Tapi juga bukan negara gegabah yang menjilat api demi sensasi. Sebagai negara cinta damai, Indonesia harus berani bicara keras untuk perdamaian dan keadilan bukan untuk satu pihak, tapi untuk seluruh umat manusia.

 

Dalam konflik Iran-Israel, suara Indonesia sangat dinantikan. Bukan hanya oleh negara Palestina, atau negara-negara Islam, tapi oleh dunia yang haus akan satu suara jernih yang tak dibeli oleh minyak, dolar, atau ideologi gelap, tutup dosen yang mengajar di negeri Jiran ini.

 

Penulis: A S W

Bagikan:

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Share on telegram

Advertorial

Berita Lainnya

Leave a Comment

Advertorial

Berita Terpopuler

Kategori Berita