Ranny Fahd A Rafiq Singgung Api di Langit Persia, Bara di Tanah Kanaan,Tafsir Perang dan Sebuah Harga Diri

Bagikan:

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Share on telegram

GEOPOLITIK 

Konflik Iran – Israel 

 

 

Jakarta – Di bawah langit malam yang tak lagi tenang, dunia menyaksikan bagaimana sejarah kembali menumpahkan darahnya di antara dua peradaban tua yang tak pernah benar-benar berdamai yakni Iran dan Israel. Konflik yang selama puluhan tahun tersembunyi dalam bayang, kini meledak menjadi nyala terang yang menyingkap wajah asli kekuasaan dan harga diri, ucap Ranny Fahd A Rafiq di Jakarta pada Rabu, (18/6/2025).

 

Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Golkar ini mengatakan, “dalam banyak narasinya di ruang publik yang masif ini bertujuan mulia yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang ada di batang tubuh Alinea ke – 4 UUD 1945 dan tegak lurus dengan Presiden Prabowo subianto yang mengamalkan point ini secara utuh, tegasnya.

 

Ranny menjelaskan, “sejak revolusi 1979 yang dipimpin Ayatullah Khomeini, Iran telah menempatkan Israel sebagai simbol “Setan Kecil”, musuh ideologis dan eksistensial. Sebaliknya, bagi Israel, Iran adalah ancaman laten yang bergerak dalam bayang melalui proksi, jaringan, dan ambisi nuklirnya. Mereka bukan sekadar dua negara mereka adalah dua jalan hidup, dua tafsir peradaban, dua poros takdir yang tak bisa disatukan, ungkap Ranny.

 

Istri dari Fahd A Rafiq ini memaparkan lebih dalam, konflik ini bukan dimulai dari rudal pertama atau bom terakhir. Ini adalah drama panjang antara ingatan sejarah, luka kolonialisme, trauma identitas, dan doktrin kekuasaan. Namun semuanya berpuncak ketika Hamas yang oleh banyak analis dilihat sebagai proksi Iran melancarkan serangan besar ke jantung Israel pada 7 Oktober 2023. Sebuah pukulan yang mengoyak bukan hanya pagar pertahanan Tel Aviv, tapi juga ego dan marwah nasionalnya, paparnya.

 

 

Israel membalas. tidak lagi sebatas Jalur Gaza dan melawan Hamas tapi menuju akar Teheran. Di bulan Juni tahun 2025, sejarah mencatat momen langka dua serangan langsung dari Israel ke wilayah Iran. Serangan yang disebut sebagai “fase ketiga” itu bukan sekadar militeristik tapi teatrikal, strategis, dan simbolik, cetusnya.

 

 

Lebih lanjut Ranny memaparkan, “Israel mengerahkan lebih dari 200 jet tempur, menghantam lebih dari 100 target vital di Iran. Gudang senjata, laboratorium uranium, pabrik rudal, bahkan para ilmuwan dan komandan Garda Revolusi Islam (IRGC) jadi sasaran. Dalam satu malam, tiga nama besar yang menjadi pilar militer Iran yakni Hussein Salami, Muhammad Bagheri, dan Golam Ali Rashid dilaporkan gugur tepatnya tanggal 13 Juni 2025 termasuk Ali Shamkhani, figur bayangan yang disebut-sebut sebagai otak kebijakan keamanan Iran, ungkapnya. 

 

 

Anggota banggar DPR RI ini melanjutkan, “tak berhenti di struktur militer, fasilitas nuklir Iran di Natanz dan Isfahan dilaporkan rusak parah. Enam ilmuwan nuklir tewas. Bagi Iran, ini bukan sekadar kerugian teknis. Ini adalah penghinaan. Serangan terhadap masa depan dan kemungkinan menjadi kekuatan global baru dalam dinamika pertarungan hegemoni, cetus Ranny.

 

 

Ranny melihat dibalik presisi serangan itu, jejak Mossad dan CIA disebut terlihat jelas. Intelijen bekerja seperti hantu membutakan radar, menjinakkan pertahanan udara, dan membuka jalan bagi pasukan udara menembus jantung Persia (IRAN). Ini Sebuah opera senyap yang menghasilkan letusan besar. Dunia gemetar, minyak dan emas naik, dan dolar pun bergoyang.

 

Ranny bertanya, apakah ini akhir cerita? Rekaman dari warga sipil menunjukkan bahwa Iran juga telah membalas. Tidak dengan gegap gempita, tapi cukup untuk meninggalkan luka. Ini belum perang terbuka, tetapi jelas bukan lagi perang bayangan. Dunia sedang menyaksikan dua raksasa yang saling mencabik untuk mempertahankan apa yang tersisa dari harga diri mereka. Bahkan Israel secara terang terangan meminta bantuan langsung kepada Amerika Serikat,ungkapnya

 

Ranny menganalisa dengan detail mengapa dua negara ini begitu membenci, kita harus menelusuri akar-akarnya yaitu:

 

Ideologi dan Agama

Iran menjadikan anti-Zionisme sebagai pilar revolusinya. Israel melihat Iran sebagai ancaman eksistensial yang ingin menghapusnya dari peta.

 

Proksi dan Pengaruh Regional

Iran menopang kelompok seperti Hizbullah, Hamas, dan Houthi. Israel melihat semua itu sebagai tentakel yang mengancamnya dari segala arah.

 

Program Nuklir

Iran dianggap tengah mengejar senjata pemusnah massal. Israel bersumpah tak akan membiarkan “Holocaust kedua” terjadi.

 

Diplomasi Global yang Runtuh

Dunia terbelah. Amerika membela Israel, sementara blok anti-Barat merapat ke Iran. Di tengahnya, rakyat sipil mati diam-diam, ini fakta di depan mata yang terekam jelas dibanyak berita Internasional.

 

Ranny melanjutkan, perang ini bukan hanya soal militer, tapi tentang eksistensi yakni siapa yang akan terus hidup sebagai bangsa berdaulat, dan siapa yang akan dijinakkan sejarah. Setiap rudal yang melesat, seolah menjadi pertanyaan tajam, apakah manusia benar-benar belajar dari sejarah?, terangnya.

 

Ranny mendalami kembali, “Iran dan Israel bukan hanya dua negara, tapi dua jalan tafsir tentang kekuasaan. Yang satu ingin martabatnya diakui, yang lain tak mau eksistensinya dilenyapkan. Keduanya berjalan di jalan sunyi, dengan beban sejarah dan luka masa silam yang belum sembuh.

 

Ketika darah tumpah, pasar gemetar, dunia menyaksikan, dan para pemimpin bicara soal strategi dan kehormatan, satu hal dilupakan kematian adalah harga tetap yang dibayar oleh rakyat biasa, ungkapnya dengan rasa sedih melihat perang yang tiada henti.

 

Ranny memberi pandangannya, “Jika dunia tidak segera mencari jalan damai yang adil dan beradab, maka langit Timur Tengah akan terus memerah. Dan kita semua pada akhirnya akan menjadi korban dari ambisi para dewa perang. Seperti yang pernah kita bahas sebelumnya kawasan timur tengah sulit menjadi damai karena disana ada harta (Minyak bumi dan emas), pertarungan Ideologi,mazhab, kiblat tiga agama ibrani, hegemoni, campur tangan negara adi daya.

 

 

Lebih dalam anggota DPR RI menambahkan, sulitnya meredakan konflik disana itu bukan berarti tidak bisa di damaikan dan diselesaikan. Menjelang perang dunia ke -III pemanasannya adalah Cold war (Perang Dingin) seperti persaingan dagang, teknologi, budaya, olah raga, yang intinya masih berkutat pada persaingan Ideologi dan ego. Akan tetapi negara besar sudah pamer kecanggihan persenjataan mereka bahkan senjata luar angkasa (ruang udara ) saat ini sudah menjadi arena perang baru dalam dinamika geopolitik global, tandasnya.

 

Yang jadi pertanyaan selanjutnya adalah apakah musuh itu sengaja diciptakan negeri adi daya (Pemenang perang dunia ke II dan Perang Dingin) yang memberikan sedikit ilmunya untuk meniru apa yang dilakukan kepada Tiongkok saat ini.

 

Pola lama yang kembali di gaungkan USA adalah musuh itu harus diciptakan bertujuan agar Bangsa Amerika tidak lengah akan kemenangan yang mereka raih setelah perang dunia ke II dan perang dingin selama puluhan tahun. Jika ada musuh maka Amerika Serikat siap siaga dan terus berinovasi bagaimana cara menghadapi masalah yang mereka ciptakan sendiri. Tercatat masalah yang dibuat seringnya tidak bisa diselesaikan dengan baik, bahkan timbul kesannya kesalahan itu sebuah kebenaran.

 

Mau bukti musuh itu diciptakan sendiri oleh USA? Pasca perang dingin antara USA dan Uni Sovyet, perang itu dimenangkan oleh negeri paman sam, otomatis USA tidak punya musuh dan harus membuat new enemy yakni dengan menarget agama Islam. Kemudian menciptakan kelompok garis keras seperti ISIS dan turunannya. Victimnya adalah agama islam itu sendiri diklaim menyebarkan ajaran kekerasan. Padahal aslinya tidak seperti itu.

 

Amerika serikat menggunakan Pola Hornet nest dalam menghancurkan islam dari dalam kemudian memframing lewat media sebagai alat propagandanya. Karena fokus menghancurkan islam dari dalam, Amerika Serikat tercengang pada pegelaran Olimpiade tahun 2008 timbulah musuh baru yaitu Tiongkok dengan kampanye masifnya Jalur sutra akan menguasai perdagangan dunia. Singkatnya Amerika Serikat menjadikan Tiongkok dan Koalisinya sebagai ancaman serius yang akan mengganggu hegemoninya sebagai polisi dunia.

 

Ranny coba melihat dari sudut pandang yang berbeda dengan pertanyaan? bagaimana dengan Timur Tengah, mengapa terus berkonflik? Dalam Nubuat Nabi Muhammad S.A.W yang dijelaskan dalam Al-Qur’an. Timur tengah dan dunia akan ada juru damai yang akan turun dari Langit yaitu Isa bin Maryam (Nabi Isa AS) dan Imam Mahdi lahir ke dunia dengan garis keturunan langsung ke Nabi Muhammad S.A.W. Lalu ada Nabi Khidir yang diberikan umur panjang (wafatnya dibunuh dajjal) sejak zaman Raja Zulkarnaen yang membangun yang kisahnya di abadikan di Al Quran dengan membangun tembok untuk mengurung yakjuj dan makjuj diantara dua gunung dengan campuran tembaga dan besi.

 

 

Nubuatnya Nabi Khidir akan tewas ditangan dajjal. Sebelum mereka ber tiga hadir ditengah sorotan publik dunia. Wilayah timur tengah akan mengeluarkan gunung emas. Intinya pertarungan dan perseteruan ini hanya dua yakni kebaikan dan kejahatan. Iblis, dajjal diposisi untuk menjerumuskan manusia ke neraka. sedangkan pengikut para nabi yang diwakili oleh Nabi Isa, Imam Mahdi dan Nabi khiddir (tokoh central akhir zaman) mengajak manusia saat itu kejalan kebaikan menuju tuhan (Jalan surga). Kita akan lanjut ke sesi berikutnya, tutup Ranny.

 

 

Penulis: A.S.W

Bagikan:

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Share on telegram

Advertorial

Berita Lainnya

Leave a Comment

Advertorial

Berita Terpopuler

Kategori Berita