Jakarta – Kiprah Tiongkok di panggung perdagangan global memang patut diacungi jempol. Dari negara yang awalnya hanya menjadi mitra dagang, negara-negara dunia ketiga” pada tahun 2000, kini Tiongkok telah menjelma menjadi raksasa perdagangan yang mengalahkan Amerika Serikat, ucap Fahd A Rafiq di Jakarta pada Rabu, (28/5/2025).
Ketua Umum DPP BAPERA mengatakan, “data menunjukkan, nilai perdagangan Tiongkok pada tahun 2024 mencapai $6,2 triliun angka tersebut melampaui Amerika Serikat yang hanya mencatatkan $5,3 triliun. Lonjakan fantastis ini sebesar 1200% dalam dua dekade, adalah bukti nyata strategi jitu Tiongkok dalam menguasai pasar ekspor global dari Asia hingga Afrika, ungkap Fahd.
Narasi yang menyebut Tiongkok memenangkan perang dagang melawan Amerika Serikat bukanlah isapan jempol belaka. Meskipun ada klaim “damai” dari pihak Amerika, sinyal-sinyal kuat menunjukkan bahwa Tiongkok berhasil mendikte jalannya perundingan. Penurunan tarif oleh Presiden Donald Trump yang sebenarnya tidak mencerminkan karakteristik sang presiden adalah indikasi nyata adanya kompromi besar dari pihak Amerika, yang jadi pertanyaan setelah Amerika Serikat kalah perang dagang dengan Tiongkok senjata apa yang akan dikeluarkan Amerika ? Apakah Virus seperti Covid 19 atau Perang Cuaca, ini yang harus kita pahami, ungkap Fahd.
Mantan Ketum PP – AMPG ini menganalisis data ekonomi juga mendukung klaim ini. Amerika Serikat, dengan data bea cukai yang jelas, menunjukkan kekhawatiran yang besar terhadap Tiongkok. Sebaliknya, Beijing tampak tenang dan tidak gentar menghadapi ancaman Trump. Ini menunjukkan bahwa Tiongkok memiliki posisi tawar yang jauh lebih kuat, didukung oleh dominasi perdagangannya di pasar global, terangnya.
Lebih lanjut Mantan Ketum DPP KNPI ini melihat fenomena Tiongkok memenangkan perang dagang ini, pertanyaan besar muncul: bagaimana “grand design” Indonesia dalam 20 tahun ke depan? Apakah Indonesia bisa belajar dari strategi Tiongkok?
Saat ini, Indonesia masih jauh dari posisi Tiongkok atau bahkan Amerika Serikat dalam peta perdagangan global. Meskipun memiliki potensi besar, tantangan yang dihadapi Indonesia tidaklah sedikit. ini menyoroti satu poin krusial “delegasi Indonesia yang maju tanpa data yang akhirnya malah jadi meja pembantaian di meja perundingan.” Ini adalah alarm penting bagi Indonesia, kita jangan buta dengan geopolitik global. Fahd menekankan pasca Reformasi seolah Indonesia hanya dijadikan mainan dua negara adi daya tersebut, ayo bangkit, ajak Fahd.
Untuk mencapai visi besar dalam 20 tahun ke depan, Indonesia membutuhkan modal besar. Pertanyaan “Modalnya dari mana?” adalah kunci. Berbeda dengan Amerika Serikat dan Tiongkok yang “ngutang ke diri sendiri”, Indonesia masih sangat bergantung pada investasi asing dan pinjaman luar negeri, bisa tidak dirubah mindsetnya. Saya sudah membahas Geopolitik global sejak tahun 2021 itu adalah kode keras untuk para pemegang kebijakan di Indonesia untuk memahami akan dinamika geopolitik global yang pasti akan berefek sistemik ke Indonesia.
Mantan Ketum Gema MKGR ini menjabarkan beberapa poin krusial yang bisa menjadi bahan renungan bagi Indonesia diantaranya:
-Penguatan Data dan Riset Belajar dari Tiongkok, Indonesia harus menginvestasikan lebih banyak dalam pengumpulan data, analisis, dan riset komprehensif terkait perdagangan global. Delegasi perunding Indonesia harus dibekali dengan data yang akurat dan strategi yang matang.
– Diversifikasi Pasar Ekspor Meskipun Tiongkok telah menguasai pasar ekspor di Asia dan Afrika, Indonesia perlu mencari ceruk pasar baru dan memperkuat hubungan dagang dengan negara-negara lain. Ketergantungan pada satu atau dua pasar utama bisa menjadi bumerang.
– Peningkatan daya saing produk lokal adalah kunci untuk bersaing di pasar global dengan memiliki produk yang berkualitas, inovatif, dan berdaya saing tinggi. Pemerintah perlu mendukung industri dalam negeri melalui kebijakan yang pro-inovasi dan pro-ekspor. Karena selama pasca reformasi kita disibukkan dengan impor.
– Infrastruktur dan Konektivitas: Membangun infrastruktur yang memadai dan meningkatkan konektivitas (baik fisik maupun digital) akan memperlancar arus barang dan jasa, serta mengurangi biaya logistik.
– Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia ini sangat penting karena Tenaga kerja yang terampil dan berdaya saing adalah aset penting dalam ketatnya persaingan perdagangan global. Investasi di bidang pendidikan dan pelatihan vokasi harus menjadi prioritas.
– Pemanfaatan Potensi Domestik: Menguatkan konsumsi domestik dan mengembangkan industri dalam negeri akan mengurangi ketergantungan pada impor dan menciptakan lapangan kerja. Konsep “ngutang ke diri sendiri” ala Amerika dan Tiongkok versi MMT bisa diadaptasi dengan mendorong investasi domestik yang kuat. Konsep ekonomi yang digunakan saat ini sudah terlalu usang dan membuat kusut perekonomian nasional.
– Dengan diplomasi ekonomi yang agresif Indonesia perlu lebih aktif dan proaktif dalam menjalin hubungan perdagangan internasional, mengikuti tren global, dan bernegosiasi untuk kepentingan nasional.
Tanpa strategi yang jelas, data yang kuat, dan komitmen serius, Indonesia akan kesulitan bersaing di arena perdagangan global yang semakin kompetitif. Mengambil pelajaran dari Tiongkok yang “sangar dan penuh strategi jitu” adalah langkah awal untuk mewujudkan “grand design” ekonomi Indonesia di masa depan, Apa Indonesia mau begini terus? , tutup dosen yang mengajar di Negeri Jiran ini.
Penulis: A.S.W