Jeddah – Ketika gaung takbir kembali mengalun, memenuhi langit-langit kota dan desa pada 10 Zulhijjah 1446 Hijriah ini, umat Muslim di Indonesia, dan di seluruh dunia, menyambut Idul Adha. Namun, di tengah kemeriahan ritual penyembelihan kurban, terdapat panggilan spiritual yang jauh lebih dalam. Ranny Fahd A. Rafiq dengan pandangan visioner, mengajak kita merenungkan Idul Adha bukan sekadar perayaan tahunan, melainkan sebagai sumur makna yang memancar pada setiap dimensi kehidupan, termasuk kesehatan, jaminan sosial, ketenagakerjaan, serta fondasi persaudaraan dan persatuan Indonesia, ungkap Ranny Fahd A Rafiq dari Kota Mekkah, Arab Saudi pada Kamis, (5/6/2025).
Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Golkar ini mengatakan, “Inti dari Idul Adha adalah keikhlasan dan pengorbanan Nabi Ibrahim AS. Kisah epik ini adalah lukisan agung tentang penyerahan total kepada kehendak Ilahi, sebuah teladan spiritual yang menembus batas waktu. Ranny menekankan bahwa pengorbanan ini mengajari kita untuk membebaskan diri dari belenggu duniawi, dari ego yang seringkali menghalangi kita melihat penderitaan orang lain, dari hawa nafsu yang membatasi empati. Ini adalah sebuah perjalanan batin, melampaui kepentingan diri, menuju kesadaran yang lebih tinggi, ucapnya.
Dalam konteks kesehatan, Ranny melihat Idul Adha sebagai manifestasi spiritual dari kepedulian universal. Daging kurban yang dibagikan bukan hanya sekadar sedekah, melainkan sebuah uluran tangan ilahi yang memastikan nutrisi esensial sampai kepada mereka yang paling membutuhkan. “Bayangkan, setiap potongan daging itu membawa keberkahan, menjadi sumber protein yang menopang kehidupan, yang membangun tubuh sehat agar jiwa pun dapat beribadah dengan tenang,” ujar Ranny dengan penuh penghayatan. Ini adalah ibadah yang terwujud nyata dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan umat manusia, terangnya.
Istri dari Ketua Umum DPP BAPERA ini menjabarkan, “spiritualitas Idul Adha juga terpancar kuat dalam semangat jaminan sosial. Hukum alam memberi dan menerima, yang diajarkan oleh kurban adalah esensi dari sistem jaminan sosial yang ideal. Ranny menggarisbawahi bahwa Allah SWT telah menggariskan agar rezeki tidak hanya berputar di kalangan orang-orang kaya. “Idul Adha mengingatkan kita bahwa kita semua adalah bagian dari satu tubuh, dan ketika satu bagian sakit, yang lain harus merasakan dan membantu menyembuhkan,”. Ini adalah panggilan batin untuk menjadi tangan Allah di bumi, memastikan tidak ada yang merasa sendiri dalam kesulitan, ungkapnya.
Melihat lebih dalam pada sektor ketenagakerjaan, Ranny mengajak kita merenungkan makna “kurban” dalam etos kerja. Pengorbanan di sini bukan berarti kehilangan, melainkan investasi spiritual. “Ini adalah tentang mengorbankan sedikit kenyamanan untuk belajar skill baru, mengorbankan waktu istirahat untuk menyelesaikan tugas dengan sempurna, atau mengorbankan ambisi pribadi demi kemajuan tim dan perusahaan,” jelasnya. Spiritualitas ini mendorong kita untuk memberikan yang terbaik dari diri kita, bekerja dengan integritas, dan menjadikan setiap karya sebagai bentuk ibadah yang tulus.
Filosofi pengorbanan ini juga menginspirasi kita untuk tidak sekadar mencari keuntungan pribadi, tetapi juga menciptakan nilai dan peluang bagi sesama. Dalam dunia ketenagakerjaan, ini berarti berani berinovasi, berinvestasi, dan membuka lapangan kerja. Ranny melihat ini sebagai bentuk kurban yang berbuah pahala berkelanjutan, karena setiap pekerjaan yang tercipta adalah jalan rezeki bagi keluarga dan berkontribusi pada kemakmuran bangsa dan negara, terang anggota banggar DPR ini.
Pada pilar persaudaraan, Idul Adha adalah perayaan kebersamaan yang paling tulus. Momen berbagi daging kurban, santap bersama, dan saling berkunjung, adalah ritual spiritual yang melampaui sekat-sekat sosial. “Di hari ini, perbedaan status, kekayaan, atau suku lebur dalam satu kebersamaan. Semua adalah hamba Allah yang setara, bersatu dalam rasa syukur dan berbagi,” kata Ranny. Ini adalah mukjizat persaudaraan yang terus diregenerasi setiap tahun.
Kisah Nabi Ibrahim dan Ismail mengajarkan tentang ketaatan yang menghasilkan keberkahan. Demikian pula, dalam bingkai persatuan Indonesia, ketaatan pada nilai-nilai luhur Pancasila dan UUD 1945 adalah bentuk kurban spiritual. Ranny menuturkan, “Mengorbankan ego kelompok demi kepentingan bangsa, mengorbankan kepentingan pribadi demi keutuhan NKRI, itu adalah kurban yang sangat mulia di mata Tuhan.”, tegas Ranny.
Spiritualitas Idul Adha adalah katalisator untuk menumbuhkan empati yang mendalam. Melihat orang lain sebagai saudara, merasakan penderitaan mereka seolah penderitaan kita sendiri. Ini adalah fondasi dari masyarakat yang berkeadilan dan penuh kasih sayang. Ranny percaya, jika setiap hati dipenuhi empati ini, maka setiap tindakan akan didasari oleh niat baik untuk kemaslahatan bersama.
Lebih jauh, Idul Adha mengajarkan tentang keikhlasan tanpa pamrih. Pengorbanan yang sejati tidak mengharapkan balasan, kecuali ridha Allah SWT. Dalam konteks berbangsa, ini berarti berbakti kepada negara dan masyarakat tanpa mengharapkan pujian atau imbalan materi semata, melainkan semata-mata karena keyakinan akan kebaikan universal.
Setiap tetesan darah kurban yang mengalir adalah pengingat spiritual akan pembersihan diri. Bukan hanya dosa, tetapi juga sifat-sifat buruk seperti keserakahan, iri hati, dan ketidakpedulian. Ranny mengajak kita menjadikan Idul Adha sebagai momen untuk “menyembelih” sifat-sifat negatif dalam diri, agar jiwa kita bersih dan siap menerima cahaya ilahi.
Idul Adha juga merupakan perayaan ketabahan dan keyakinan. Kisah Ibrahim dan Ismail adalah pelajaran abadi tentang bagaimana melewati ujian terberat dengan iman yang teguh. Spiritualitas ini mengajak kita untuk menghadapi setiap tantangan hidup dengan penuh keyakinan bahwa di setiap kesulitan pasti ada kemudahan, asalkan kita berserah diri dan berusaha.
Dalam dinamika tahun 2025 yang serba cepat dan penuh tekanan, Idul Adha menawarkan oasis spiritual. Ia mengajak kita untuk sejenak berhenti, merenung, dan menyadari bahwa di balik hiruk pikuk kehidupan, ada panggilan untuk kembali pada nilai-nilai fundamental: memberi, berbagi, mencintai, dan bersatu.
Ranny Fahd A. Rafiq menegaskan bahwa Idul Adha adalah anugerah ilahi yang menuntun umat manusia menuju kesempurnaan akhlak dan sosial. “Ini adalah peta jalan spiritual menuju masyarakat yang lebih sehat, lebih terjamin, lebih produktif, dan lebih harmonis,” ujarnya. Setiap aspek kurban adalah jembatan spiritual yang menghubungkan manusia dengan Tuhan, dan manusia dengan sesamanya.
Maka, di Idul Adha 2025 ini, mari kita buka hati seluas-luasnya, menyelami makna terdalam dari setiap takbir dan setiap tetesan darah kurban. Semoga spiritualitas Idul Adha ini menginspirasi kita semua untuk tidak hanya beribadah secara ritual, tetapi juga mewujudkan nilai-nilai pengorbanan dan persaudaraan dalam setiap langkah, demi Indonesia yang lebih kuat, bersatu, dan diberkahi Amin ya Rabbal Alamin, tutupnya.
Penulis: A.S.W