Riyadh – Di tengah semangat generasi muda yang kian bergelora untuk berwirausaha, Indonesia masih menghadapi kenyataan pahit, minat tinggi tidak selalu berarti tindakan nyata. Data menunjukkan peningkatan jumlah pelaku usaha, terutama dari kalangan pemuda. Namun, dibandingkan dengan negara-negara maju, proporsi wirausaha di Indonesia masih tergolong rendah. Apa yang sebenarnya menahan langkah banyak orang untuk terjun ke dunia usaha? Ucap Fahd A Rafiq di Mekkah, Arab Saudi, pada Senin, (9/6/2025).
Ketum DPP BAPERA mengatakan, “Banyak masyarakat Indonesia, secara budaya, lebih memilih jalur “aman” menjadi pegawai negeri atau karyawan tetap. Pekerjaan dengan gaji tetap dan jaminan pensiun dianggap sebagai simbol kestabilan hidup. Di sisi lain, wirausaha masih sering dipandang sebagai pilihan penuh risiko dan ketidakpastian. Kegagalan dalam usaha kerap dikaitkan dengan aib atau kerugian besar, bukan pembelajaran yang membentuk mental tangguh. Disini permasalahannya lagi lagi di mental
Lebih buruk lagi, mentalitas instan turut menggerogoti semangat berwirausaha. Banyak yang ingin hasil besar dalam waktu singkat, tanpa menyadari bahwa kesuksesan dalam bisnis sejatinya adalah maraton, bukan sprint, ungkapnya.
Lebih dalam pengusaha muda ini melihat, banyak calon wirausahawan mengeluh soal sulitnya mengakses modal. Perbankan seringkali mensyaratkan agunan dan proses rumit, sementara investor belum tentu tertarik pada usaha yang belum terbukti. Tak sedikit yang beranggapan bahwa tanpa uang besar mimpi berbisnis hanyalah angan.
Padahal, modal bukan hanya soal uang. Ide kreatif, ketekunan, jejaring, bahkan kemampuan beradaptasi adalah modal yang tak kalah penting. Sayangnya, persepsi umum masih terpaku pada modal finansial sebagai syarat mutlak, ungkap Fahd sosok yang sudah merasakan asam getir bisnis.
Mantan ketum PP – AMPG ini melihat, “sistem pendidikan di Indonesia juga belum memberi ruang besar pada kewirausahaan. Pembelajaran kewirausahaan seringkali bersifat teoritis, bukan aplikatif. Siswa diajarkan konsep, tapi jarang diberi tantangan untuk menciptakan solusi nyata lewat bisnis kecil atau proyek mandiri. Contoh jika permasalahannya seperti A,B sampai Z solusinya gimana?
Akibatnya, banyak lulusan sekolah atau perguruan tinggi yang tidak memiliki keterampilan manajerial dasar dari menyusun rencana bisnis, mengelola keuangan, hingga membangun tim. Tanpa bekal ini, keinginan untuk berwirausaha sering kandas sebelum melangkah. Belum lagi ada ungkapan dan pengalaman nyata dari para mentor kalau belum 3 kali di tipu belum bisa sukses, hal ini menjadi ketakutan tersendiri buat orang yang ingin memulai. Fakta mencatat angka kriminalitas terkait penipuan di Indonesia sangat tinggi, berapa banyak wirausaha yang bangkrut akibat kasus penipuan, terangnya.
Lebih dalam Mantan Ketum DPP KNPI ini menajabarkan ketakutan gagal karena belum pernah mencoba adalah mentalitas yang menjangkiti banyak calon pengusaha. Ketakutan ini makin diperparah dengan minimnya akses terhadap mentor yang bisa memberi bimbingan nyata. Padahal, kehadiran mentor bukan hanya soal ilmu, tapi juga soal dorongan moral dan arah strategis yang sangat dibutuhkan pemula, ujarnya
Fahd melihat pemerintah memang telah meluncurkan berbagai program dukungan untuk UMKM dan startup, dari pelatihan hingga pembiayaan. Namun, implementasinya masih tersandung birokrasi. Proses perizinan berbelit, informasi yang tidak terintegrasi, serta kurangnya insentif menarik membuat banyak program tidak efektif menjangkau mereka yang benar-benar membutuhkan, satu hal yang pasti UMKM adalah penopang perekonomian terbesar Indonesia ketika perusahaan perusahaan raksasa kolaps pada krisis moneter dan gejolak politik tahun 1998.
Suami dari anggota DPR RI melihat fakta di lapangan tak sedikit pula yang sebenarnya ingin berwirausaha, tapi bingung harus memulai dari mana. Tidak memiliki ide jelas atau tidak tahu bagaimana mengeksekusi gagasan yang ada menjadi alasan umum. Kurangnya akses ke sumber inspirasi, seperti komunitas kreatif atau inkubator bisnis, membuat calon wirausahawan kehilangan arah sebelum berjuang.
Dari uraian yang Fahd sebutkan diatas di balik tantangan yang tak sedikit, semangat wirausaha di Indonesia tetap tumbuh. Generasi muda mulai berani membangun brand sendiri, memanfaatkan teknologi digital, dan menyuarakan semangat kemandirian. Namun, agar potensi ini benar-benar menjadi kekuatan ekonomi nasional, ekosistem kewirausahaan harus dibenahi secara menyeluruh dari budaya, pendidikan, kebijakan, hingga akses terhadap mentor dan modal.
>Berwirausaha bukan hanya tentang menjual produk, tapi membangun masa depan yang mandiri dan berdampak. Jika tantangan-tantangan ini mampu diatasi bersama, maka Indonesia bukan hanya akan memiliki lebih banyak pengusaha, tapi juga lebih banyak pencipta lapangan kerja, inovator, dan agen perubahan. Wirausaha bukan sekadar jalan mencari nafkah. Ia adalah jalan mencipta perubahan.”, tutup dosen yang mengajar di Negeri Jiran ini.
Penulis: A.S.W