Jakarta – Di tengah gemuruh Hari Buruh Internasional, Presiden Prabowo Subianto tidak hanya menyampaikan pidato, tetapi juga mengukir babak baru dalam sejarah Indonesia. Dengan lantang, ia menyatakan diri sebagai “Presiden kaum buruh, nelayan, dan orang miskin,” sebuah deklarasi yang menggugah hati dan mengguncang paradigma kekuasaan. Lebih dari sekadar kata-kata, ini adalah komitmen kemanusiaan yang mendalam, diucapkan oleh seorang pemimpin yang memahami betul penderitaan rakyatnya, ungkap Fahd A Rafiq di Jakarta pada Kamis, (1/5/2025).
“Bela Negara” di Trotoar: Satgas Anti-PHK, Simbol Empati Negara
Ketua Umum DPP Bapera mengatakan, “data Kementerian Ketenagakerjaan yang mengungkapkan lebih dari 1,6 juta kasus PHK dan 52% pekerja informal tanpa jaminan sosial, bukanlah sekadar angka statistik. Ini adalah potret nyata dari luka kemanusiaan yang mendalam. Presiden Prabowo meresponsnya bukan dengan janji kosong, tetapi dengan aksi nyata. Dalam waktu dekat akan dibentuk Dewan Pengawas Kesejahteraan Buruh Nasional dan Satgas Anti-PHK, ungkapnya.
Fahd A Rafiq melihat, “Satgas Anti-PHK adalah bentuk bela negara yang sesungguhnya,” yang di amalkan oleh Presiden Prabowo Subianto. hal ini menunjukkan bahwa negara hadir sebagai pelindung, bukan sekadar regulator. Ini adalah wujud nyata dari empati negara terhadap penderitaan rakyatnya.
Ekonomi Berbasis Kemanusiaan: Kesejahteraan Rakyat, Fondasi Kemajuan Bangsa
Fahd melanjutkan, Presiden Prabowo dengan cerdas merumuskan logika ekonomi yang berpihak pada kemanusiaan: “Kalau rakyat kecil punya penghasilan cukup, pabrik hidup, pengusaha untung, negara maju (Artinya semua untung)” Ini bukan sekadar teori ekonomi, tetapi prinsip kemanusiaan yang mendalam.
Kesejahteraan rakyat adalah fondasi kemajuan bangsa, negara maju mementingkan kesejahteraan rakyatnya walaupun caranya dengan menjarah kekayaan bmbangsa lain seperti Belanda, Francis,Inggris, USA, Francis, Inggris, Spanyol dan Jepang. Indonesia hari ini levelnya masih negara berkembang karena rakyat kecil masih dijajah bangsa sendiri, ini fakta, ungkap Fahd.
Data telah menunjukkan ketimpangan ekstrem, di mana 50 orang terkaya menguasai seperempat APBN, menjadi pendorong utama pemerintah untuk menciptakan keadilan ekonomi. Ini bukan sekadar redistribusi kekayaan, tetapi upaya untuk memanusiakan ekonomi Indonesia. Dan ingat Presiden Prabowo ini anak guru besar ekonomi loh, sudah paham itu ilmu tipu – tipu yang dilakukan asing maupun aseng, cetusnya.
Menghapus “Jerat Outsourcing”: Mengembalikan Martabat Pekerja
Rencana penghapusan sistem outsourcing adalah langkah revolusioner yang mengembalikan martabat pekerja. Sistem ini, yang telah lama menjadi sumber ketidakadilan, akan ditata ulang secara manusiawi.”Outsourcing bukan hanya sistem kerja, ia adalah wajah ketimpangan yang dilegalkan,” menunjukkan bahwa pemerintah tidak akan lagi membiarkan pekerja direndahkan martabatnya.
Marsinah: Simbol Keadilan dan Kemanusiaan yang Abadi untuk kaum buruh Indonesia
Mantan Ketum DPP KNPI, “Rencana Penganugerahan gelar Pahlawan Nasional kepada Marsinah adalah pengakuan negara atas perjuangan kemanusiaan yang tak kenal lelah. Ini bukan sekadar simbol, tetapi pengingat bahwa setiap nyawa buruh berharga. “Nyawa buruh bukan barang murah dan perjuangan mereka bukan kriminal,”.Ini menunjukkan bahwa pemerintah menghargai setiap tetes keringat dan air mata pekerja.
Dialog Kemanusiaan di Istana: Membangun Jembatan Emas
Mantan Ketum Gema MKGR ini menilai, “Rencana undangan kepada 150 pimpinan buruh dan 150 pemilik modal ke Istana Bogor adalah upaya membangun jembatan empati antara tenaga dan kapital. Ini bukan sekadar dialog ekonomi, tetapi dialog kemanusiaan. Fahd Melihat jangan lagi ada pihak pihak yang ingin membenturkan antara pengusaha dan buruh karena saat ini Indonesia sedang masa transisi menggunakan gaya ekonomi baru dengan melihat dan menyesuaikan pada kondisi global.
Hal Ini adalah cara baru memandang hubungan industrial bukan sekadar tarik-menarik kepentingan, tetapi ruang untuk menyusun harmoni antara tenaga dan kapital,”. Presiden kita menunjukkan bahwa pemerintah mengedepankan dialog sebagai solusi kemanusiaan.
Transisi Paradigma Kemanusiaan: Negara Hadir untuk Semua
Pidato Presiden Prabowo menandai transisi penting dari negara yang berfokus pada stabilitas ekonomi menuju negara yang mengutamakan kemanusiaan. Ini adalah reformasi struktural yang berani, yang menggeser pusat gravitasi kekuasaan dari elit ke rakyat jelata.
“Demokrasi ekonomi bukan ketika pengusaha tumbuh besar, tetapi juga ketika buruh mampu hidup layak tanpa harus meminta-minta keadilan,”. Hal menunjukkan bahwa negara hadir untuk semua, tanpa terkecuali, tegasnya
Kesimpulan:
Indonesia yang Lebih Manusiawi di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto telah menyalakan api perubahan, api kemanusiaan yang menerangi jalan menuju Indonesia yang lebih adil dan berempati.
Dengan aksi nyata dan komitmen yang kuat, Indonesia berada di jalur yang tepat untuk membangun bangsa yang lebih memanusiakan manusia seutuhnya. Pidato 1 Mei 2025 ini akan dikenang sebagai titik balik di mana pemerintah benar-benar mengutamakan kemanusiaan yang adil dan beradab berbasis fair dalam setiap kebijakan yang diambil.
Penulis: A.S.W