Jika permainan politik Indonesia masih menggunakan gaya Atletico Madrid (era Diego Simeone), khususnya dalam politik luar negeri, otomatis NKRI tidak akan dapat menjadi juara di kancah global, khususnya di bidang IPOLKSOSBUDHANKAM. Segera rubah dengan menggunakan pendekatan seperti Real Madrid dan Barcelona.
Fahd El Fouz A. Rafiq
(Ketua Umum DPP BAPERA)
Jakarta – Permainan politik Indonesia sangat kental dan terlalu fokus pada satu bidang. Apakah ada yang salah? Tidak salah, hanya saja fokusnya harus dibagi ke bidang lain seperti ideologi, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan, ucap Fahd A Rafiq di Jakarta pada Selasa (11/3/2025).
Ketum DPP BAPERA mengatakan, “urutannya adalah ideologi, politik. Jika ini sudah selesai, fokus ke ekonomi dan sosial. Kondisi perekonomian sebuah bangsa dan negara sangat mempengaruhi situasi sosial masyarakat. Lanjut ke pertahanan dan keamanan.Pasca reformasi, kondisi Indonesia dari Presiden ke-3 sampai ke-7 sering bermasalah dengan pertahanan dan keamanan, khususnya masalah intoleransi antar dan intern umat beragama, yang berujung maraknya ujaran kebencian yang berujung pada penusukan salah satu mantan jenderal di Indonesia”,ungkapnya.
Mantan ketum DPP KNPI ini melanjutkan, saat ini Presiden ke-8 RI fokus pada ekonomi dan sosial, berusaha memperbaiki kesalahan para pemimpin sebelumnya. Biasanya, dalam sebuah negara ada kelompok yang fokus membangun dan memperbaiki, di sisi lain ada yang fokus menghambat dan menghancurkan. Lambatnya pembangunan Indonesia disebabkan karena terlalu fokus pada politik (sekitar 70%), mengabaikan sektor lain. Ini harus diubah. Urusan politik berjalan beriringan dan komposisinya harus diurus sejak awal.
Lantas, bagaimana dengan pertahanan dan keamanan? Karena latar belakang Presiden Prabowo dari militer, sektor pertahanan relatif tertangani. Lantas, bagaimana dengan keamanan? Hal ini yang masih belum bisa diselesaikan pasca reformasi.
Kenyamanan masyarakat Indonesia masih mengkhawatirkan. Kasus kriminal tertinggi sepanjang tahun 2024, seperti pencurian dengan pemberatan (curat): 52.450 kasus, penganiayaan: 45.356 kasus, pencurian biasa: 45.143 kasus. Menjelang Lebaran 2025, diprediksi kasus pencurian akan sangat tinggi, mulai dari pencurian motor, mobil, alat elektronik, begal, hingga pembobolan rumah orang yang sedang pulang kampung. Angka ini dipastikan melonjak menjelang Lebaran 2025.
Angka yang saya sebutkan di atas harus segera diminimalisir oleh Kepolisian RI, dan ini tergantung pada ketegasan dan nyali Kapolri dalam menyelesaikan masalah ini. Di sisi lain, kasus yang tidak tercatat pasti lebih banyak karena keengganan masyarakat Indonesia mengadu ke polisi banyak yang menganggap melapor ke polisi harus mengeluarkan uang, sedangkan korbannya sedang kesulitan.
Lantas, bagaimana kaitannya antara politik Indonesia dan analogi sepak bolanya?Pakem formasi permainan politik Indonesia lebih ke 4-4-2, pemainnya mayoritas bertipe destroyer. Seperti kasar, licik dan cenderung bringas serta menghalalkan segala cara, yang penting menang.
Memang konsisten di tiga besar, cuma tidak kreatif dan mudah dieksploitasi dan dibaca lawan. Jika Indonesia mengubah gaya bermain politiknya seperti Atlético Madrid, untuk juara sangat sulit. Semenjak dilatih Diego Simeone (salah satu pelatih termahal di dunia) selama 14 tahun, baru 2 kali juara La Liga, 2 kali UEFA Europa League, 2 kali Supercup. Mengapa demikian? Karena cara bermainnya cenderung bertahan, atau biasa disebut sepak bola negatif. Hal ini sama dengan cara bermain politik dalam dan luar negeri Indonesia yang cenderung bertahan.
Apakah caranya salah? Tidak salah, hanya ganti cara bermain dan ganti formasi saja jika fokusnya ingin menang. Dua tim besar seperti Barcelona dan Real Madrid berbeda cara bermainnya. Barcelona selalu menggunakan creative playmaker untuk tipe dua gelandang tengahnya (CMF), begitu juga dengan dua striker sayapnya; artinya, empat pemain serangannya adalah creative playmaker.
Real Madrid mazhabnya berbeda. Dua gelandang tengahnya, seperti Toni Kroos dan Modric, bertipe orchestrator (pengatur ritme permainan) dan dua striker sayapnya bertipe prolific winger.
Antara Barca dan Madrid, pemilihan pemainnya saja sudah berbeda sampai ke tipe dan karakter cara bermain. Bagaimana dengan Real Madrid era sekarang? Memang lebih sering 4-4-2 tipe diamond, akan tetapi lebih kepada posisi central midfielder dan gelandang serang.
Jika ketiga tim tadi—yakni Atletico Madrid, Barcelona, dan Real Madrid—diaplikasikan dalam politik Indonesia saat ini, permainan Indonesia sangat mirip gaya Atletico.Apakah bisa juara? Ya, bisa saja. Namun, sering terjadi inkonsistensi karena cenderung bertahan. Jika ingin juara, gunakan cara Real Madrid dan Barcelona. Sejelek-jeleknya performa Barcelona, mereka tetap bisa juara, meskipun hanya di liga domestik seperti Copa Del Rey.
Bagaimana dengan Real Madrid? Los Blancos fokus mencari nama di Eropa dan dunia, serta menjadi wajah sepak bola Spanyol selain Barcelona. Cara bermain politik Indonesia di dunia internasional harus mirip gaya Real Madrid jika ingin konsisten juara dan mencerminkan kecerdasan presiden klub dalam memainkan politik internasional.
Gaya Barcelona bagus jika diterapkan, yang penting ada empat pemain kreatif: dua gelandang serang (CMF) dan dua penyerang sayap.Jika permainan politik Indonesia masih mirip gaya Atletico Madrid, Indonesia dipastikan sulit menjadi juara di kancah global. Juara di liga domestik pun hanya sesekali diraih. Di level Asia, mungkin hanya akan berkompetisi di kelas dua, dan di Asia Tenggara hanya konsisten berada di peringkat tiga atau empat, tutup dosen yang mengajar di Negeri Jiran Malaysia ini.
Penulis: ASW