Fahd A Rafiq : Dunia Pendidikan Berduka, Jeritan Keadilan dari Balik Tembok UKI yang Terluka

Bagikan:

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Share on telegram

 

 

 

 

Jeddah – Sebuah awan kelam kembali menyelimuti dunia pendidikan Indonesia. Kali ini, sorotan tajam mengarah pada Universitas Kristen Indonesia (UKI) di Cawang, Jakarta Timur, menyusul kematian tragis Kenzha Ezra Walewangko (22), mahasiswa Fakultas Hukum, pada 4 Maret 2025. Insiden yang disebut Fahd El Fouz A Rafiq sebagai “puncak kekerasan dalam dunia pendidikan Indonesia yang sudah masuk tahap kronis” ini, bukan hanya sekadar berita duka, melainkan sebuah jeritan pilu yang menggugah nurani dan menuntut keadilan, Ungkap Fahd di Jeddah – Arab Saudi Pada Rabu (4/6/2025).

 

 

Fahd A Rafiq, Ketua Umum DPP BAPERA dengan lantang menyuarakan kegelisahan publik. “Kematian Kenzha Ezra Walewangko adalah puncak kekerasan dalam dunia pendidikan Indonesia sudah masuk tahap kronis,” Fahd mempertanyakan mengapa kasus ini, yang bahkan telah ditutup oleh Polres Jakarta Timur, seolah menemui jalan buntu bagi keluarga korban yang terus mencari keadilan hingga ke Komisi III DPR RI. “Ada apa sebenarnya?” tanyanya, menggantungkan pertanyaan itu di udara, menunggu jawaban yang transparan dan akuntabel.

 

 

Mantan Ketum DPP KNPI menegaskan, “Kematian Ezra, yang terjadi di dalam lingkungan kampus, bukanlah insiden terisolasi. UKI, sebuah institusi yang seharusnya menjadi oase ilmu dan tempat aman bagi proses akademik, justru memiliki sejarah panjang yang tercoreng oleh konflik, kekerasan, dan ketegangan.

 

 

Fahd A Rafiq menyoroti pola berulang yang mengkhawatirkan seperti bentrokan antara mahasiswa dan warga sekitar, perselisihan dengan petugas keamanan kampus, hingga perusakan fasilitas karena ketidakpuasan terhadap kelompok yang dianggap “preman” di lingkungan kampus. Ingatan kolektif masyarakat akan insiden 28 Juni 2005, 21 Maret 2013, hingga September 2013, menjadi bukti nyata bahwa masalah keamanan di UKI telah mengakar, pihak yayasan dan kampus tidak tegas akan permasalahan ini.

 

 

Yang lebih mengkhawatirkan, Fahd mengungkapkan serangkaian kasus kekerasan lain yang pernah terjadi di UKI, mulai dari kematian mahasiswa karena ospek, kasus pemerkosaan, mahasiswa tewas overdosis narkoba, bahkan kasus kematian yang melibatkan mahasiswa UKI karena menolak berhubungan badan sesama jenis. “Ini sudah di luar nalar,” tegas Fahd, menggambarkan betapa gentingnya situasi ini. Kampus UKI terjadi krisis keamanan. Kematian Ezra menjadi Alarm dan sinyal keras dalam dunia pendidikan Indonesia.

 

Fahd membayangkan jika hal ini menimpa keluarga, saudara atau ponakan kita apa yang akan kita lakukan? Dimana Keadilan di Republik ini? Apakah hanya mereka yang memiliki punya backup kuat dan uang banyak bisa membeli keadilan?” seru Fahd, mencoba membangkitkan empati publik. Ia mengingatkan bahwa korban adalah saudara sebangsa setanah air yang memiliki hak yang sama di mata hukum.

 

 

Pernyataan Fahd A Rafiq ini bukan hanya sekadar keluhan, melainkan sebuah analisis tajam yang menyoroti akar permasalahan. “Pola-pola ini menunjukkan adanya ketegangan yang terus-menerus antara mahasiswa, pihak keamanan, dan warga sekitar. Kurangnya komunikasi yang efektif, ketidakjelasan peran dan tanggung jawab, serta minimnya penegakan aturan menjadi faktor-faktor yang memperparah,” jelasnya. Kematian Kenzha dan insiden-insiden sebelumnya mencerminkan budaya kekerasan yang telah mengakar di lingkungan UKI, diperparah oleh ketidakpercayaan dan kurangnya transparansi dalam penanganan kasus.

 

 

 

UKI, sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, harus tunduk pada hukum yang berlaku. Namun, Fahd A Rafiq menyoroti kesan seolah UKI menganggap diri seperti “Negara dalam negara yang seolah tidak bisa tersentuh hukum.” Padahal, seperti yang sering disampaikan Presiden Prabowo Subianto, tidak ada yang kebal hukum di era pemerintahannya.

 

 

Kematian Kenzha Ezra Walewangko harusnya menjadi titik balik Dalam Dunia Pendidikan Indonesia yang masih saja menjadikan mahasiswa sebagai tumbal akan kealpaan dan seolah adanya pembiaran dalam dunia pendidikan Indonesia.

 

 

 

Fahd menyarankan agar Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek) harus melihat dan menindak tegas Mahasiswa dan Kampus yang seolah melakukan pembiaran terhadap tindak kekerasan dan kekejaman yang terjadi dalam dunia pendidikan serta kematian Ezra menjadi momentum untuk stop akan kedzaliman dalam dunia pendidikan Indonesia, tutup Dosen yang mengajar di Negeri Jiran ini.

 

Penulis: A.S.W

Bagikan:

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Share on telegram

Advertorial

Berita Lainnya

Leave a Comment

Advertorial

Berita Terpopuler

Kategori Berita