Fahd A Rafiq : Catatan Kelam Dunia Pendidikan Indonesia, Ketika Ospek Berubah Jadi Penjara Trauma

Bagikan:

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Share on telegram

Bagian 1

Cukuplah sudah tradisi barbar ospek dan bullying meracuni generasi. Mereka bukan tumbal, mereka adalah masa depan emas yang harus kita jaga. Jangan biarkan satu pun mimpi terkoyak, karena setiap jiwa yang terluka adalah kemunduran abadi bagi Indonesia! Bangkit, atau kita akan tenggelam dalam penyesalan”

 

H. Fahd El Fouz A Rafiq SE, M.M 

(Ketua Umum DPP BAPERA)  

 

 

 

Jeddah – Tahun ajaran baru segera menyingsing, namun bayangan Ospek atau PKKMB dan bullying masih mencengkeram dunia pendidikan Indonesia. Hentikan segera penjajahan gaya lama yang merenggut nyawa dan meruntuhkan mimpi. Ini bukan sekadar momen belajar, ini medan perang merebut kembali harkat kemanusiaan demi Indonesia yang emas 2045, Ucap Fahd A Rafiq di Jeddah Arab Saudi pada Selasa, (3/6/2025).

 

 

 

Anggota DPR RI Fraksi dari Fraksi Partai Golkar ini mengatakan, “biarkan tahun ajaran baru jadi revolusi pendidikan, bukan panggung horor Ospek dan bullying yang mengubur potensi. Tiap tetes air mata korban adalah kobaran api yang membakar kebisuan kita. Saatnya bertindak, putuskan rantai kekejaman, atau kita akan selamanya terbelenggu dalam kegelapan masa lalu, ajaknya.

 

 

Pendidikan, seharusnya jadi mercusuar pencerahan tempat di mana benih-benih kebaikan, kecerdasan, dan kepemimpinan ditanam. Tapi, di Indonesia, realitasnya justru pahit. Tiap tahun, ritual bernama Ospek (Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus) walau sekarang telah berganti nama menjelma tapi tetap saja menjadi arena kekerasan, bukan pencerahan. Ini bukan sekadar tradisi usang, ini adalah kanker yang menggerogoti integritas pendidikan kita, sekaligus membunuh harapan akan lahirnya Indonesia yang lebih baik.

 

 

Antara tradisi dan trauma setiap tahun, narasi heroik tentang “pembentukan mental” jadi dalih di balik jeritan perpeloncoan. Mahasiswa baru, dengan mata berbinar-binar dan mimpi setinggi langit, justru disambut dengan bentakan kasar, hukuman fisik tak berakal, dan intimidasi psikologis yang meremukkan harga diri. Mereka dipaksa percaya bahwa deraan itu adalah bagian dari “pendewasaan,” padahal yang mereka dapatkan hanyalah trauma mendalam dan luka yang menganga.

 

 

Bayangkan, di tengah gegap gempita kemajuan teknologi dan tuntutan global, kita masih saja berkutat dengan cara-cara barbar yang seolah tak lekang oleh zaman. kita bicara tentang inovasi SDM unggul tapi di saat bersamaan, kita membiarkan generasi penerus kita dibentuk oleh budaya kekerasan yang menumpulkan empati dan mengikis kreativitas. Ini bukan pembentukan karakter, ini adalah penjajahan mental atas nama tradisi, tegas Fahd.

 

 

 

Tragedi demi tragedi terus berulang. Nyawa melayang, masa depan hancur, dan nama baik institusi tercoreng. Kita semua masih ingat kasus-kasus memilukan yang menggemparkan publik dari insiden di perguruan tinggi kedinasan hingga kampus-kampus umum, di mana nyawa mahasiswa baru jadi tumbal. Ironisnya, pelaku seringkali lolos dari jerat hukum yang setimpal. Sanksi yang dijatuhkan kerap “angin lalu,” bahkan tak jarang ada pembiaran sistematis dari pihak kampus, ungkap Fahd.

 

 

 

Mantan Ketum DPP KNP bertanya, Mengapa ini terus terjadi? Karena ada kultur senioritas yang absolut, di mana kuasa sekelompok senior dianggap sah untuk melakukan intimidasi, dikarenakan pengawasan yang lemah, minimnya transparansi, dan absennya keberanian dari otoritas kampus untuk bertindak tegas. Dan yang paling menyakitkan dikarenakan adanya toleransi terhadap kekerasan yang tanpa disadari telah merasuk dalam benak sebagian masyarakat kita. Ini adalah lingkaran setan impunitas yang harus segera diputus, tegas Fahd.

 

 

Indonesia hari ini menuntut perubahan radikal kita tidak bisa lagi hanya diam dan menyaksikan masa depan bangsa ini terus terkikis oleh praktik-praktik biadab. Kekerasan dalam bentuk apapun, di mana pun, tidak punya tempat di dunia pendidikan. Kampus seharusnya menjadi safe space untuk bertumbuh, bukan arena pertunjukan kekuasaan yang merendahkan martabat manusia, terangnya.

 

 

Pemerintah, Kementerian Pendidikan,

Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, serta seluruh pimpinan perguruan tinggi harus segera bangun dari tidur panjangnya yang tidak selalu sibuk dengan menghabiskan anggaran. Kita tahu APBN tertinggi Indonesia saat ini paling besar adalah untuk pendidikan, hasilnya? Apakah sudah membuat Indonesia menjadi negara maju, apakah level pendidikan Indonesia sudah masuk 5 besar dunia? Kita saat ini masih terjebak dengan status negara berkembang dan asik bermain di zona nyaman pasca reformasi. Paparnya.

 

 

Dengan tegas Fahd A Rafiq meminta kepada pemerintah untuk

 

– Revisi total regulasi Ospek: atau PPKMB yang masih banyak tindakan kekerasan dan memakan nyawa siswa dan mahasiswa.

 

Jadikan pengenalan kampus sebagai orientasi yang edukatif, inspiratif, dan berlandaskan pada nilai-nilai kemanusiaan. Hilangkan semua unsur perpeloncoan dan kekerasan baik yang terang terangan maupun yang telah di modifikasi.

 

 

– Terapkan sanksi pidana dan administratif yang berat beri efek jera bagi pelaku kekerasan, dan juga bagi institusi atau individu yang melakukan pembiaran. Tidak ada toleransi lagi. No negosiasi. “mengutip kalimat kawan kalo belum masuk sel tahanan belom kapok”

 

 

– Tanamkan pendidikan karakter anti-kekerasan Sejak dini, bangkitkan kesadaran bahwa empati dan penghormatan adalah kunci peradaban.

 

 

– Libatkan mahasiswa secara konstruktif Berikan ruang bagi mahasiswa untuk berkreasi dan berinovasi dalam merancang Ospek yang positif, bukan dari paksaan.

 

 

Kita hari ini mendambakan Indonesia yang maju, berdaulat, dan bermartabat. Tapi bagaimana mungkin itu terwujud jika generasi penerusnya dibentuk dalam bayang-bayang ketakutan dan kekerasan? Sudah saatnya kita bergerak, bersuara lantang, dan menuntut revolusi mental dalam dunia pendidikan.kenapa revolusi mental karena mental dan jiwanya masih tertidur. “Bangunlah Jiwanya, Bangunlah Badannya Untuk Indonesia Raya.

 

 

Mari bersama-sama wujudkan kampus yang beradab, memanusiakan manusia, dan benar-benar menjadi kawah candradimuka bagi lahirnya pemimpin-pemimpin masa depan Indonesia yang tangguh, cerdas, dan berhati nurani, tutup dosen yang mengajar di Negeri Jiran Malaysia

 

 

Penulis: A.S.W

Bagikan:

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Share on telegram

Advertorial

Berita Lainnya

Leave a Comment

Advertorial

Berita Terpopuler

Kategori Berita