Ranny Fahd A Rafiq: Stunting, Ketika Masa Depan Dibajak Senyap dan Sejarah Kegelapan Kembali Terulang

Bagikan:

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Share on telegram

Bagian 1 

 

Jakarta – Di balik gemuruh pembangunan dan geliat peradaban modern, Ranny mengatakan, terselip sebuah tragedi senyap yang menggerogoti banyak tunas bangsa, yaitu stunting. Ia bukanlah sekadar angka statistik pertumbuhan yang terhambat, melainkan sebuah pembajakan masa depan, perampasan potensi, dan pengkhianatan terhadap warisan generasi, ucap Ranny Fahd A Rafiq pada Sabtu, (21/6/2025).

 

Ranny yang juga anggota DPR RI Fraksi Partai Golkar ini menjelaskan, “stunting adalah ketika tubuh kecil menolak tumbuh optimal, seolah-olah ditarik paksa kembali ke zaman kegelapan, di mana nutrisi adalah kemewahan, dan harapan adalah ilusi. Menurut Ranny, ini adalah perang tak terlihat yang hasilnya akan mengukir nasib sebuah bangsa selama berabad-abad ke depan.

 

Anggota Banggar DPR RI ini melihat korban dari kebiadaban stunting bukanlah prajurit bersenjata, melainkan banyak balita tak berdosa yang seharusnya mekar menjadi generasi emas. Ranny menegaskan mereka adalah pewaris sah kejayaan masa depan, namun terpaksa menjadi tumbal dari kelalaian, ketidaktahuan, dan kemiskinan struktural.

 

Ranny menjelaskan kembali bahwa di balik setiap kasus stunting ada jutaan ibu yang berjuang dalam sepi, keluarga yang terhimpit kesulitan, dan komunitas yang terbelenggu dalam siklus kemiskinan dan ketidakberdayaan. Para pendekar gizi, tenaga kesehatan, dan pemerintah pun turut serta dalam arena pertarungan ini dengan berupaya keras memutus rantai kutukan yang membayangi anak-anak Indonesia, paparnya.

 

Jika kita menengok ke belakang, bayangan stunting telah menghantui sejarah manusia jauh sebelum kita mengenal namanya. Dari kelaparan besar, wabah penyakit di abad pertengahan yang melumpuhkan pertumbuhan, hingga krisis pangan di era kolonial yang merampas hak hidup semuanya menunjukkan jejak stunting. Stunting dalam wujudnya yang berbeda selalu hadir ketika peradaban abai terhadap kebutuhan dasar rakyatnya, kata Ranny.

 

 

Hari ini, di tengah gemerlap era digital dan kemajuan ilmu pengetahuan, ironisnya, stunting masih menjadi hantu gentayangan. Ranny menjelaskan, ia bukan lagi peristiwa sporadis, melainkan ancaman nyata yang membayangi setiap detik kehidupan anak-anak Indonesia, mulai dari janin dalam kandungan hingga usia emas 1.000 Hari Pertama Kehidupan. Jejak stunting tersebar bak benih-benih penderitaan yang tak pandang bulu, papar Ranny.

 

Dari pelosok desa terpencil di kaki gunung yang udaranya sejuk namun akses gizinya sulit, hingga lorong-lorong padat perkotaan yang dijuluki “kampung kumuh” di mana sanitasi adalah mimpi. Bahkan, Ranny menambahkan tak jarang ia menyelinap masuk ke relung keluarga yang secara ekonomi terlihat mapan tapi karena ketidaktahuan akan pola asuh dan gizi seimbang stunting pun menyerang, ini berdasarkan pengalaman pengamatan saya.

 

Istri dari Fahd A Rafiq ini menegaskan kembali, stunting adalah penyerang senyap yang bisa muncul di mana saja, meruntuhkan fondasi generasi masa depan, dan menciptakan “zona merah” di peta potensi bangsa. Mengapa Momok Stunting Tak Kunjung Sirna? Jawabannya bagai jaring laba-laba yang rumit. Menurut Ranny, Kemiskinan adalah akar utamanya, membatasi akses pada makanan bergizi, air bersih, dan layanan kesehatan yang layak. Edukasi yang minim tentang pentingnya ASI eksklusif, MPASI yang tepat, dan pola hidup bersih menjadi pupuk bagi perkembangannya, paparnya.

 

Sanitasi buruk dan lingkungan yang tidak higienis adalah medan perang empuk bagi penyakit yang menguras nutrisi anak, cetus Ranny. Ditambah lagi ketimpangan akses terhadap fasilitas kesehatan dan kurangnya sinergi lintas sektor, menjadikan stunting sebagai monster multi kepala yang sulit ditumpas.

 

 

Ini adalah cerminan kegagalan kolektif dari individu hingga kebijakan dalam menjaga amanah titipan Ilahi, Paparnya. Bagaimana Menghentikan laju Stunting? Ranny mengatakan jawabannya adalah sebuah revolusi bukan dengan senjata, melainkan dengan pengetahuan dan kasih sayang. Kita harus menyalakan obor kesadaran di setiap rumah, bahwa gizi adalah investasi masa depan, terang Ranny.

 

Intervensi harus dimulai sejak dini yaknj dari edukasi pranikah, pemenuhan gizi ibu hamil, ASI eksklusif, dan MPASI yang kaya nutrisi, perbaikan sanitasi, akses air bersih, dan imunisasi lengkap adalah tameng pertahanan, tambah Ranny.

 

Ranny mendorong agar pemerintah harus menjadi nahkoda dengan menggerakkan seluruh elemen masyarakat dari kader posyandu hingga akademisi, dari pengusaha hingga seniman untuk bersatu padu, usulnya dengan nada penuh keprihatinan.

 

 

Ranny menjelaskan, “stunting hanya bisa dikalahkan jika setiap individu, keluarga, dan setiap lapisan masyarakat bahu-membahu memahami bahwa masa depan bangsa ini ada di tangan generasi yang sehat dan cerdas bukan yang terenggut potensinya oleh belenggu kelam bernama stunting, ungkapnya.

 

Ranny mengajak seluruh stake holder dengan kalimat, “narasi ini adalah panggilan sejarah untuk kita semua memastikan tidak ada lagi anak Indonesia yang terpaksa bertarung sendirian melawan pembajakan masa depan mereka”. Yang jadi pertanyaan, apakah kita siap menyambut panggilan ini dan menulis ulang sejarah dengan tinta emas kesehatan dan kecerdasan? Tanya Ranny.

 

Ranny Fahd A Rafiq mengulas data terbaru stunting di Indonesia. Data terbaru ini menunjukkan progres yang patut diapresiasi namun tantangan besar masih membayangi, kata Ranny. Berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 (sebelumnya SSGI), prevalensi stunting di Indonesia telah berhasil diturunkan menjadi 18,5%, ujar Ranny. Ini adalah penurunan yang signifikan dari 21,6% pada tahun 2022, Ranny menambahkan. Target pemerintah untuk mencapai 14% pada tahun 2024 memang ambisius, namun capaian 18,5% menunjukkan bahwa upaya konvergen mulai membuahkan hasil, paparnya.

 

Meskipun demikian, angka ini masih jauh di atas ambang batas yang direkomendasikan oleh WHO (di bawah 20%) untuk dianggap sebagai masalah kesehatan masyarakat yang terkontrol.  Ranny mengingatkan kembali Variasi antar provinsi dan kabupaten/kota juga masih sangat mencolok, menunjukkan adanya kantong-kantong permasalahan stunting yang persisten dan membutuhkan intervensi yang lebih granular dan spesifik, tutup Anggota DPR RI dapil Depok dan Bekasi ini.

 

Penulis: A.S.W

Bagikan:

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Share on telegram

Advertorial

Berita Lainnya

Leave a Comment

Advertorial

Berita Terpopuler

Kategori Berita