Ranny Fahd A Rafiq Soroti Fenomena “Dokter Cabul”: Desakan Pengawasan dan Perlindungan Pasien Menguat

Bagikan:

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Share on telegram

Jakarta– Anggota DPR RI sekaligus Founder Rumah Sakit Citra A Rafiq, Ranny Fahd A Rafiq, menyampaikan keprihatinannya terkait maraknya kasus dugaan kekerasan seksual yang dilakukan oleh oknum dokter, khususnya menyoroti kasus yang melibatkan kandungan berinisial MSF di Garut, Jawa Barat. Dalam pernyataannya di Jakarta pada Sabtu (19/4/2025), Ranny tidak hanya mengungkapkan keterkejutannya, tetapi juga melabeli kasus ini sebagai sebuah “fenomena baru” yang mengkhawatirkan.

“Saya melihat ini adalah fenomena,” tegas Ranny, merespons pemberitaan mengenai penetapan tersangka terhadap dokter di Garut yang diduga melakukan tindakan cabul terhadap lebih dari satu pasien. Lebih jauh, istri  Fahd A Rafiq ini melontarkan dugaan kontroversial bahwa tindakan dokter tersebut terinspirasi dari representasi profesi dokter dalam film dewasa.

Pernyataan ini muncul di tengah gelombang kemarahan publik atas dugaan tindakan tidak senonoh MSF saat memeriksa pasien. Laporan dari korban berinisial AED (24 tahun) kepada pihak kepolisian mengindikasikan adanya perbuatan meraba-raba bagian tubuh di dalam pakaian saat pemeriksaan di kediaman pelaku.

Founder Citra A Rafiq Medika ini menekankan bahwa viralnya video di media sosial yang memperlihatkan interaksi mencurigakan antara MSF dan pasien saat USG menjadi pemicu kemarahan. Ia menyoroti gerak-gerik tangan kiri dokter yang diduga menyentuh area sensitif pasien sebagai tindakan yang “sudah keterlaluan.”

Lebih lanjut, Ranny menyuarakan pandangannya mengenai perlunya penanganan pasien kandungan oleh dokter wanita atau pengawasan ketat oleh perawat wanita jika pemeriksaan dilakukan oleh dokter pria. “Dokter spesialis itu punya kode etik dokter dan norma -norma  Kedokteran Yang Harus di ikuti dan ditaati sebagai Sumpah menjadi dokter dan sebaiknya Pasien Juga harus didampingi Suami / saudara / kerabatnya Saat Menjalani pemeriksaan bukan hanya kandungan tapi semua pemeriksaan apalagi menyangkut beberapa Sensitif wanita. Selain untuk mencegah tindakan kurang menyenangkan,si pasien akan Menjadi tenang karna Didampingi oleh suami/ kerabatnya, ungkapnya.

Tindakan cepat Polres Garut menetapkan MSF sebagai tersangka pada Kamis (17/04) mendapat dukungan dari kecaman keras Kementerian Kesehatan dan IDI. Kedua institusi tersebut sepakat bahwa perbuatan MSF telah menciderai etika profesi kedokteran dan merusak kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan.

Sejumlah perempuan yang mengaku menjadi korban pelecehan seksual oleh MSF mulai berani tampil dan berbagi pengalaman traumatis mereka. Salah satunya adalah AK (28 tahun), yang menceritakan kejanggalan saat pemeriksaan kandungan di Klinik Karya Harsa pada Juni 2024. AK merasa risih dengan durasi USG perut yang tidak wajar dan permintaan dokter untuk melakukan USG payudara dengan alasan yang meragukan.

Anggota DPR RI Komisi IX ini juga menyoroti tindakan berulang kali mengoleskan gel USG di payudaranya sebagai hal yang tidak lazim. Pengalaman AK diperparah dengan permintaan nomor WhatsApp dan pesan-pesan bernada pelecehan verbal setelah pemeriksaan.

Pengakuan AK, yang awalnya diliputi ketakutan, akhirnya terungkap ke publik setelah video dugaan tindakan MSF terhadap pasien lain menjadi viral. Ia berharap kasus ini diusut tuntas dan izin praktik pelaku dicabut.

Kapolres Garut AKBP M. Fajar Gemilang mengonfirmasi pengakuan MSF yang telah melakukan pelecehan sebanyak empat kali terhadap pasien berbeda. Namun, penyelidikan terkendala minimnya laporan resmi dari korban lain.

Ironisnya, kasus serupa juga mencuat di Malang, Jawa Timur, menambah daftar panjang dugaan pelanggaran etika dan hukum oleh oknum dokter. Laporan dugaan pencabulan di sebuah rumah sakit swasta kini ditangani oleh Polresta Malang Kota. Wamenkes pun turut mengecam tindakan tersebut sebagai pencorengan sumpah dan profesi dokter.

Ranny yang juga Badan Anggaran DPR RI ini berharap seluruh rumah sakit mempunyai SOP yang Ketat di dalam Komite Medis agar perawat harus selalu mendampingi dokter spesialis  yang praktek apalagi Jika Pasien Berbeda Gender. Ia mendukung pernyataan Ketua Umum PB IDI, Slamet Budiarto, mengenai batasan pemeriksaan USG dan pentingnya persetujuan pasien serta kehadiran pihak ketiga (tenaga kesehatan atau keluarga) sebagai saksi. Pernyataan Ketua Umum IAKMI, Dedi Supratman, mengenai “asimetri informasi” dan pentingnya edukasi pasien juga diamini sebagai langkah krusial dalam mencegah penyalahgunaan wewenang.

Desakan agar Kementerian Kesehatan tidak hanya mengeluarkan kecaman, tetapi juga bertindak tegas dengan mencabut izin praktik dokter yang terbukti bersalah, semakin menguat. Janji Kemenkes untuk memantau kasus ini dan memastikan keadilan bagi korban diharapkan bukan sekadar retorika, melainkan tindakan nyata untuk memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi kesehatan dan melindungi pasien dari potensi kejahatan seksual yang terselubung di balik otoritas medis. Kasus ini menjadi momentum krusial untuk pengetatan pengawasan dan peningkatan kesadaran akan hak-hak pasien demi terciptanya lingkungan pelayanan kesehatan yang aman dan terpercaya.

Penulis: A.S.W

Bagikan:

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Share on telegram

Advertorial

Berita Lainnya

Leave a Comment

Advertorial

Berita Terpopuler

Kategori Berita