Ranny Fahd A Rafiq Buka Suara Dukung Revisi Undang Undang TNI, Ini alasannya

Bagikan:

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Share on telegram

 

Jakarta – Rancangan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) menuai polemik sengit di berbagai kalangan. Sebagian besar pengamat, cendekiawan, akademisi, dan oposisi pemerintah menyuarakan ketidaksetujuan mereka. Kekhawatiran utama yang mencuat adalah potensi penguatan TNI yang dianggap dapat mengembalikan peran dwifungsi seperti era Orde Baru, membuka pintu bagi militerisasi sektor sipil dan meningkatkan risiko korupsi di tubuh negara, ucap Ranny Fahd A Rafiq di Jakarta pada Kamis, (10/4/2025).

 

Namun, pandangan berbeda dilontarkan oleh Rany Fahd A Rafiq. Dalam pernyataan terbukanya, ia justru mendukung revisi UU TNI. Alasan yang ia kemukakan cukup mengejutkan dan menantang narasi dominan yang berkembang.Utang Negara dan Supremasi Sipil yang “Kebablasan”.

 

 

Anggota DPR RI Fraksi Partai Golkar ini mempertanyakan secara tajam efektivitas supremasi sipil yang berjalan selama 25 tahun reformasi. Ia menyoroti paradoks peningkatan utang negara yang signifikan pasca-Orde Baru. “Hutang negara zaman Pak Harto hanya 500 Triliun. Tidak sebanding dengan supremasi sipil yang selama 25 tahun reformasi hingga saat ini yang faktanya membuat hutang negara meningkat mendekati angka 9000 Triliun. Beban bunganya saja dalam 5 tahun ke depan ini nilainya 3700 Triliun,” ujarnya.

 

 

Menurutnya, lonjakan utang yang fantastis ini menjadi indikasi bahwa supremasi sipil, alih-alih membawa perbaikan, justru “kebablasan”. Ia bahkan berani bertanya, “Jadi kalau supremasi sipil kebablasan bolehkah diimbangi atau dikurangi dengan kekuatan penyeimbang misalnya TNI powernya dinaikan sedikit untuk membalance supremasi sipil dan polisi yang sudah sangat kebablasan dan itu harus direm?”

Aliansi Elit Sipil-Polisi dan Ketergencetan Rakyat Bawah.

 

 

Lebih lanjut, Rany Fahd menyoroti fenomena yang ia amati selama dua dekade terakhir, terutama dalam 10 tahun terakhir. Ia melihat adanya koalisi antara elite sipil dengan oknum kepolisian yang justru menindas rakyat kecil. “Faktanya selama ini sipil atas atau warga sipil kelas atas itu berkoalisi dengan oknum polisi dan rakyat di bawah tergencet selama 20 tahun ini terutama 10 tahun terakhir diinjak-injak oleh 2 supremasi (sipil dan polisi),” tegasnya.

 

 

Atas dasar itu, ia mempertanyakan mengapa tidak diperbolehkan adanya kekuatan penyeimbang lain, dalam hal ini TNI, untuk meredam dominasi supremasi sipil dan kepolisian yang dianggapnya telah menyimpang. “Mengapa tidak boleh ada 1 supremasi lagi sebagai kekuatan penetralisir untuk bermain sekarang? Apakah anda semua diuntungkan dengan supremasi warga sipil dan oknum polisi, apakah anda tidak merasa tergencet? Supremasi sipil tidak dirasakan Rakyat 99% yang merasakan hanya warga sipil kelas atas 1% yang punya uang untuk bermain dengan kaum politikus atau bergumul akrab dengan kekuatan oknum polisi,” paparnya dengan nada retoris.

 

 

Harapan pada TNI sebagai Kekuatan Penetralisir

 

Rany Fahd A Rafiq bahkan berpendapat bahwa kehadiran supremasi TNI justru berpotensi mengurangi tekanan yang selama ini dirasakan rakyat dari supremasi sipil dan kepolisian. “Apakah kalau ada supremasi TNI kalian makin tergencet? Atau malah supremasi sipil dan polisi bisa berkurang menekan rakyatnya? Atau bagaimana menurut anda? Maunya apa? Coba jelaskan?” tantangnya.

 

 

Ia menyoroti berbagai permasalahan bangsa saat ini, mulai dari korupsi yang merajalela, utang pemerintah yang membengkak, hingga kerugian BUMN yang ironisnya memonopoli bisnis. Menurutnya, kondisi ini melemahkan kepercayaan investor dan mengingatkan pada krisis ekonomi tahun 1998 atau bahkan situasi politik tahun 1965. Perbedaannya, kata dia, terletak pada masalah daya beli yang menurun drastis dan keengganan investor asing akibat premanisme ormas dan regulasi yang mencekik pengusaha.

 

 

Membongkar Aksi Penolakan RUU TNI

 

Lebih jauh, Rany Fahd menyinggung aksi penggerebekan pertemuan tertutup terkait RUU TNI di sebuah hotel mewah di Jakarta Pusat oleh sekelompok aktivis. Ia mempertanyakan motif dan sumber pendanaan para aktivis tersebut. “Kalau dipakai kacamata intelijen akan bertanya memang siapa yang dirugikan dengan adanya UU TNI? Yang dirugikan pasti akan bermain dan menghalangi.

 

Coba kita list daftar siapa yang dirugikan kalau TNI makin kuat? Oligar? Politikus oposisi? Mafia tanah? Mafia Judi online? Mafia pangan bawang, sawit dan lain sebagainya atau para netizen dan rakyat yang banyak dirugikan, rasanya nggak ada netizen dirugikan kalau kekuatan menjadi seimbang, tetapi kalau para player, oligar, para warga sipil kelas atas pasti sangat dirugikan,” analisanya.

 

 

Ia pun mengajak masyarakat untuk meragukan klaim bahwa para aktivis yang menolak RUU TNI tersebut mewakili suara seluruh rakyat yang merasa tertekan oleh supremasi sipil saat ini. “Apakah sahabat semua Masih percaya orang-orang yang teriak-teriak menyerang rapat tersebut mewakili semua rakyat yang tergencet supremasi sipil pada saat ini.

 

Penulis: A.S.W

 

Bagikan:

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp
Share on telegram

Advertorial

Berita Lainnya

Leave a Comment

Advertorial

Berita Terpopuler

Kategori Berita